Kawasan TNK Kembali Terbakar WALHI NTT: Bukti kegagalan Pemerintah dalam urusan Mitigasi Bencana dalam Kawasan TNK

Kupang || Suarafaktual.com,
22 Agustus 2022, Lahan di Kawasan Taman Nasional Komodo, tepatnya di Pulau Gililawa, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, kembali terbakar.

Kebakaran ini bukan merupakan satu-satunya kebakaran yang terjadi dalam kawasan TNK. Dalam catatan WALHI NTT, setidaknya telah terjadi lima kali kasus kebakaran di TNK sejak 2018.

Kasus pertama terjadi di Loh Pede, Pulau Komodo pada 19 Juni 2018, dimana api menghanguskan sekitar 10 hektar padang rumput. Kejadian kedua terjadi pada 1 Agustus di tahun yang sama di Gili Lawa Darat.

Kasus ketiga terjadi di Laju Pamali, Pulau Komodo pada 7 Agustus 2021. Kasus keempat terjadi pada 2 November 2021 terjadi di Loh Serai, yang berada di Pulau Rinca, tempat di mana sedang dibangun “Jurrassic Park” yang kontroversial itu serta terdapat konsensi bisnis bagi PT Segara Komodo Lestari yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Kasus kelima kembali terjadi di Pulau Gililawa, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat yang terjadi pada Minggu 21 Agustus 2022.

Dengan berbagai catatan kebakaran ini, WALHI NTT menilai bahwa pemerintah belum serius dalam urusan mitigasi bencana dalam kawasan TNK. Kawasan TNK yang merupakan kawasan konservasi bagi hewan endemik Komodo semestinya memiliki manajemen mitigasi yang memadai yang menunjang seluruh kegiatan konservasi dalam kawasan TNK.

Justru yang terjadi sebaliknya berbagai skema mitigasi bencana yang menopang urusan konservasi tidak menjadi prioritas utama pemerintah. Pemerintah fokus dalam urusan pariwisata mengingat kawasan ini merupakan kawasan pariwisata super premium.

Boleh dikatakan desain skema pengembangn pariwisata dalam kawasan TNK yang super premium hanya ditopang oleh skema mitigasi yang super minimum.

Ketidakseriusan pemerintah tercermin dari minimnya kebijakan mitigasi dalam kawasan TNK. Pemerinttah semestinya menyadari bahwa pola pembangunan yang berkelanjutan juga harus didukung dengan skema mitigasi bencana yang memadai.

Kondisi ini tentunya akan menambah kerentanan dalam kawasan TNK sebagai kawasan konservasi. Kawasan TNK sebagai kawasan Cagar Biosfer tentunya memiliki tiga mandat utama yakni Konservasi,

Pengembangan ekonomi masyarakat dengan pendekatan ekonomi yang ramah lingkungan, serta pemulihan budaya lokal. Substansi tiga mandat ini tidak mendapatkan porsi yang memadai dalam setiap kebijakan pemerintah.

Oleh karena itu, WALHI NTT merekomendasikan pemerintah untuk:
Pertama: Pemerintah memprioritaskan fasilitas pendukung upaya mitigasi bencana kebakaran dalam kawasan TNK. Serta menyiapkan sistem yang memadai dalam kawasan TNK, dan melibatkan masyarakat lokal mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Kedua: Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mendukung upaya mitigasi dalam kawasan TNK. Kebijakan ini menjadi dasar pijak pelaksanaan mitigasi bencana baik itu bencana kebakaran maupun bencana lainnya yang akan mengancam keberadaan komodo dan kerentanan dalam kawasan TNK, yang juga melibatkan masyarakat lokal mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Ketiga: Mengevaluasi seluruh kebijakan dalam kawasan TNK baik itu izin konsesi maupun izin-izin jenis lainnya yang menambah kerentanan dalam kawasan TNK.

Nara Hubung: Yuvensius Stefanus Nonga, S.H., M.H. (Kepala Divisi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kampanye WALHI NTT)
No HP: 082340358799