Tepis Tudingan Sepihak, Masyarakat Korban Penggusuran Oleh Pemprov NTT, Angkat Bicara
SOE-NTT ||Suarafaktual.com
Terkait adanya tudingan sepihak oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui surat Plt. Sekretaris Daerah (Sekda) Nusa Tenggara Timur (NTT), Johana Lisapaly. Nomor BU.030/690/BPAD /2022, Tentang Pengosongan Rumah dan Lahan Pemprov NTT. Permintaan pengosongan rumah dimaksud karena ada upaya penghadangan paket pekerjaan yang dibiayai APBD NTT. Pernyataan ini berdasarkan pada laporan Dinas Peternakan Provinsi NTT, Dinas PUPR NTT serta pihak kontraktor.
Tindakan saudara-saudara dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum dan menghambat pelaksanaan pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, Dikutip dari surat Sekda NTT, poin ke 5 tanggal 14 Oktober 2022.
Kepada tim media ini, Minggu (6/11/2022), Nikodemus Manao, secara tegas membantah semua tudingan miring dari Pemprov NTT terkait menghambat pembangunan yang bertujuan untuk pembangunan masyarakat.
Menurut Niko, lahan atau tanah yang ditempati oleh 23 Kepala Keluarga (KK) korban penggusuran rumah atau tempat tinggal secara paksa oleh Pemprov NTT, bukan merupakan tanah atau lahan aset Pemprov NTT, juga bukan merupakan hutan lindung dan bukan pula bagian dari tanah Ulayat keluarga Nabuasa.
Masyarakat menduga, penggusuran terhadap rumah masyarakat adat Besipae-Pubabu untuk menghindari adanya pengawasan maupun pertanyaan terhadap beberapa mega proyek yang ada didalam kawasan hutan lindung, yang saat ini menjadi lokasi Rens sapi milik Dinas Peternakan (Disnak) Propinsi NTT.
“Kami menduga, dibalik persoalan ini, ada upaya Pemprov NTT menutupi indikasi korupsi. Misalnya peternakan sapi oleh pemerintah sejak tahun 1987 sampai saat ini. Pertanyaan kami, Sudah berapa ribu ekor sapi yang berkembang di lokasi Rens peternakan Besipae-Pubabu, dan sudah berapa ribu ekor sapi yang dikirim ke luar NTT, mestinya NTT sudah menjadi Propinsi penghasil dan penyuplai sapi terbesar di Indonesia. Jangan jadikan Besipae-Pubabu hanya untuk lakukan dugaan korupsi bagi orang atau kelompok tertentu,” ujar Niko
Lanjutnya lagi, ada kontrak kerja sama antara Dinas Peternakan Provinsi NTT dengan masyarakat, didalam isi pernyataan itu Dinas Peternakan Provinsi NTT akan memberikan 2 ekor sapi kepada masyarakat, namun realisasinya hanya 1 ekor saja yang dibagikan, pertanyaannya, dimana sisa 1 ekor sapi yang tidak dibagikan kepada masyarakat. Aneh nya lagi, dalam pembagian 1 ekor sapi kepada masyarakat itu, masyarakat diwajibkan mengembalikan 1 setengah ekor sapi. Pertanyaan kami, apakah sapi bisa beranak setengah ekor, atau istilah setengah ekor itu diuangkan, jika setengah ekor itu diuangkan, dimana uangnya?,” kata Niko
Katanya lagi, tidak hanya terkait Peternakan Sapi, Niko juga mengungkapkan alasan lain dibalik penggusuran rumah warga masyarakat Besipae-Pubabu, yakni adanya mega proyek yang masuk di lokasi Besipae-Pubabu yang pekerjaan hingga saat ini belum selesai dan terindikasi tidak bermanfaat bagi masyarakat.
“Khususnya pembangunan embung, ada paket pekerjaan 3 buah embung yang dibangun di kawasan besipae oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi NTT dengan besaran anggaran untuk 3 paket embung senilai Rp. 4.649.700.000. Masyarakat melihat salah satu embung yang dikerjakan terkesan asal jadi dan tidak pada tempatnya, karena struktur tanah tidak bisa menampung air. pembangunan embung-embung ini sejak tahun 2021 namun belum juga selesai dikerjakan, alasannya bahwa masih dalam proses penambalan. Pertanyaan masyarakat, penambalannya seperti apa, sehingga sampai sekarang penambalan itu tidak selesai-selesai.” kesal Niko
Masyarakat melihat, banyaknya embung di Kabupaten TTS yang gagal dan tidak bermanfaat bagi masyarakat, sehingga terhadap ke 3 paket embung yang ada di Besipae patut diawasi sehingga bisa dimanfaatkan.
“Jangan sampai embung yang dibangun di Besipae-Pubabu juga akan sama dengan embung-embung di Kabupaten TTS, yang sampai hari ini ada persoalan tetapi tidak bisa diselesaikan” tegas Niko
Meskipun embung itu dibangun bukan untuk masyarakat Besipae -Pubabu, karena pekerjaan embung ini mengunakan uang rakyat, maka wajib dipertanyakan, alasan apa sehingga embung tidak bisa menampung air.
“Sehingga alasan bahwa kami menghadang paket pekerjaan yang dibiayai APBD NTT itu tidak benar. Kami menduga ada upaya pemerintah menutupi kegagalan pekerjaan embung-embung tersebut, sehingga harus mengorbankan kami dengan alasan-alasan yang tidak tepat. Ketiga embung itu dibangun di Besipae, sehingga wajib hukumnya masyarakat mengawasi pekerjaannya, karena pekerjaannya menggunakan uang negara yang berasal dari pajak masyarakat. Kecuali pembangunan embung itu menggunakan uang pribadi seseorang atau kelompok pengusaha tertentu baru tidak bisa diawasi oleh masyarakat.” ucap Niko
Niko berharap, aparat penegak hukum baik itu pihak Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur NTT dan Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur NTT agar melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah proyek yang dikerjakan di Basipae-Pubabu, baik itu proyek dari Dinas peternakan Propinsi maupun dari Dinas PUPR Propinsi NTT, karena proyek- proyek yang ada terkesan dikerjakan asal jadi,” tutup Niko
(RA/YM/TIM NTT)