Pubabu-Besipae Yang Terlupakan: Massa Aksi AGTOR Desak Penyelesaian

Kupang, NTT – suarafaktual.com
Senin, 10 Maret 2025 – Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional (International Women’s Day), Aliansi Gerakan Timor Raya (AGTOR) menggelar Aksi Damai dan audiensi di Kantor Gubernur serta Kantor DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Aksi ini juga menjadi momentum untuk menyoroti sengketa lahan Pubabu-Besipae yang telah terabaikan selama bertahun-tahun tanpa ada penyelesaian dari pihak pemerintah.
AGTOR, yang terdiri dari berbagai organisasi seperti AGRA NTT, FMN Cabang Kupang, IMM Cabang Kupang, dan sejumlah Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) lokal Kabupaten TTS, bersama masyarakat adat Pubabu-Besipae, turut serta dalam aksi ini.
Mereka menuntut kejelasan mengenai status tanah adat mereka yang hingga kini belum mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Namun, aksi ini tidak berjalan sesuai harapan masyarakat. Mereka yang berencana untuk bertemu dengan Gubernur NTT tidak dapat menemui sang gubernur karena surat permohonan audiensi yang belum didisposisi sejak 6 Maret 2025, sementara Gubernur NTT juga sedang berada di luar daerah.
Masyarakat mengungkapkan kekecewaan mendalam atas informasi mendadak ini, merasa bahwa keterlambatan disposisi surat audiensi sudah menjadi kebiasaan di Pemprov NTT, yang hanya menambah ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah.
Kekecewaan ini mendorong massa aksi menuju Kantor DPRD NTT. Mereka membawa spanduk bertuliskan “Hentikan Segala Bentuk Aktivitas dalam Hutan Adat Pubabu”, “Kembalikan Hutan Adat Pubabu Tanpa Syarat Apapun”, dan “Pemprov NTT Harus Bertanggung Jawab Atas Penggusuran Sepihak Terhadap Masyarakat Adat Pubabu”.
Audiensi di DPRD: Desakan Penyelesaian Segera
Audiensi yang berlangsung di Gedung DPRD NTT dihadiri oleh perwakilan Badan Pendapatan Aset Daerah (BPAD) dan Dinas Peternakan NTT, serta massa aksi yang terdiri dari masyarakat Pubabu dan mahasiswa.
Dalam kesempatan tersebut, AGTOR menegaskan pentingnya tindak lanjut terhadap sengketa tanah Pubabu-Besipae yang telah berlangsung hampir 18 tahun tanpa ada solusi konkret dari pemerintah.
Salah satu utusan masyarakat Pubabu, Daud Selan, mengkritik ketidakjelasan batas wilayah yang ditetapkan oleh Pemprov NTT. Ia mempertanyakan kejelasan batas antara lahan yang dikelola oleh Dinas Peternakan dan Dinas Kehutanan, serta perbedaan sertifikat yang mengklaim satu bidang lahan untuk dua tujuan yang berbeda.
“Kami tahu seluk-beluk hutan Pubabu, kami tahu mana hutan lindung dan mana yang menjadi milik rakyat,” ujar Daud.
Terkait pernyataan Daud, petugas BPAD menjelaskan bahwa sertifikat hak pakai Pemprov NTT sudah ada sejak 1986, meski sempat hilang dan diganti pada 2013, dengan pelepasan hak oleh Keluarga Nabuasa pada 2020.
Namun, Daud membantah penjelasan tersebut dan menegaskan bahwa antara 1982–1986, itu adalah kerjasama atau kontrak antara Pemerintah RI dan Australia, bukan penyerahan hak.
“Jika Pemprov NTT mengantongi sertifikat hak pakai sejak 1986, coba jelaskan siapa yang menyerahkan hutan Pubabu, kok dokumen negara hilang, lalu dibuat lagi sertifikat pengganti pada 2013 yang pelepasannya baru diadakan pada 2020? Ini lucu,” tegas Daud sambil tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
Pandangan Berbeda di DPRD NTT
Perdebatan dalam audiensi semakin memanas ketika anggota DPRD NTT memberikan pandangan mereka. Sebagian besar anggota DPRD menyarankan masyarakat untuk menempuh jalur litigasi sebagai solusi penyelesaian sengketa tanah ini, dengan alasan bahwa langkah hukum adalah cara paling tepat untuk mendapatkan kepastian hukum.
Namun, pandangan berbeda disampaikan oleh perwakilan Fraksi PDIP, yang menekankan bahwa penyelesaian sengketa tidak akan tercapai jika semua pihak terus bersikeras pada pendiriannya masing-masing.
Ia mengusulkan agar diadakan pertemuan lanjutan untuk menemukan solusi yang bisa diterima oleh semua pihak, tanpa mengandalkan jalur litigasi yang berpotensi memperburuk ketegangan.
Kesepakatan dan Langkah Selanjutnya
Setelah berlangsung selama dua jam, akhirnya ada titik terang dalam audiensi tersebut. DPRD NTT meminta masyarakat untuk menyiapkan dan merapikan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk dibawa dalam pertemuan dengan Gubernur NTT.
Dokumen tersebut akan menjadi bahan diskusi lebih lanjut guna mencari penyelesaian yang memadai terkait sengketa tanah Pubabu-Besipae yang telah berlangsung begitu lama.
AGTOR menegaskan bahwa mereka akan kembali membawa permintaan DPRD NTT terkait kesiapan dokumen untuk dipelajari bersama.
(FA)