Status Cagar Alam Mutis Menjadi Taman Nasional Dan Laob Tumbes Memantik Aksi Demonstrasi.

Soe||Tts||Suarafaktual.com
25 November 2024 di hari pertama masa tenang pilkada tidak membuat para aktivis dan pejuang Agraria di Soe – kabupaten TTS merasa tenang.

Keputusan Menteri Lingkungan hidup dan Kehutanan Republik Indonesia dengan mengklaim tanah-tanah rakyat di 115 desa seluruh Kabupaten TTS serta perubahan status Cagar Alam Mutis menjadi Taman Nasional memantik aksi demonstrasi.

Tergabung dalam ALIANSI TIMOR RAYA, ada 15 organisasi dan satu lembaga Adat yaitu Perkumpulan Masyarakat Hukum Adat Amanuban melakukan aksi demonstrasi di Depan kantor Bupati TTS.

Long march dimulai dari cabang dua jalur di bawah polres TTS dan sambil berorasi Aliansi Timor Raya menuju ke kantor Bupati TTS.
Aksi massa dari Aliansi Timor Raya ini sempat tertahan di depan pintu gerbang kantor Bupati TTS yang mana para demonstran ini dihadang oleh barikade Kepolisian Pamong Praja dan anggota Polres TTS.

Para aktivis muda yang merupakan mahasiswa asal TTS seperti IKMABAN (Ikatan Mahasiswa asal Amanuban), FMN dan IKMAS terprovokasi dengan barikade ini dan mulai mengeluarkan orasi dan kalimat yang tajam.

Walaupun diguyur hujan massa tetap bertahan di depan kantor Bupati TTS dan mereka meminta agar bisa bertemu dengan Bupati TTS. Penjabat Sekda TTS Denny Nubatonis sebagai perwakilan dari pemerintah Daerah menolak permintaan ini dan hanya mengijinkan 5 orang perwakilan dari aksi massa.

Walaupun demikian massa tetap bertahan bahkan meminta agar Bupati TTS yang datang ke pintu gerbang untuk mendengarkan aspirasi namun Bupati TTS menolak. Setalah dilakukan tawar menawar yang alot bahkan berjalan 3 jam lamanya akhirnya Bupati TTS bersedia menerima 18 orang perwakilan dari aksi massa tersebut.
Audiens dilakukan di ruang Bupati dalam keadaan para demonstran basah kuyup.

Pina Ope Nope dari Sonaf Amanuban Perkumpulan Masyarakat Hukum Adat Amanuban menyampaikan terlebih dahulu sebagai perwakilan masyarakat Adat Amanuban.
“Sudah satu tahun konflik kehutanan yang dibuat oleh pihak kementerian Kehutanan dan BPKH Provinsi NTT. Mereka memasang patok di 45 desa di Amanuban.

Bahkan menurut dokumen Ombudsmann ada 115 desa yang di TTS yang terdampak kawasan hutan Laob Tumbesi. Tanah-tanah rakyat dimasukan menjadi kawasan hutan Laob Tumbesi pada tahun 1983 oleh Bupati TTS Piet A Tallo SH tapi kemudian nama kakek saya raja Amanuban Usi PaE Nope yang dibawa2 untuk mendiskreditkan nama besar keluarga Nope.

Dahulu jaman tahun 1960 pemerintah menggalakkan istilah raja itu Feodal dan harus dihapus. Sekarang Negara NKRI mau rampas tanah rakyat maka nama keluarga Raja Amanuban difitnah. Negara apa ini?. Saya disini untuk meluruskan kebohongan negara sekaligus memperjuangkan hak2 rakyat yang dirampas negara.

Kedua terkait Mutis, pemerintah pusat tidak melalui proses adat untuk meminta kepada masyarakat adat di Timor untuk menurunkan status Mutis menjadi Taman Nasional. Orang-orang Jakarta buat seolah-olah Mutis adalah milik Mereka” Pina Ope Nope menyampaikan unek-unek didepan Bupati TTS beserta jajarannya di dalam ruangan Bupati.

Defri Sae tokoh pemuda Amanuban dari Desa Napi kecamatan Kie mengatakan “atas kepemimpinan Usif Amanuban sejak dahulu kala, kami tidak pernah dijajah Belanda tapi sekarang kita sudah mau bergabung dengan Republik Indonesia tapi justru tanah-tanah kami mau diambil secara paksa.

Salah satu tokoh adat dari desa Oenai Amnon Lette mengatakan bahwa : ” Bupati TTS adalah ayah dan ibu kami. Kala Bupati dan pemerintah Daerah tidak bisa melindungi kepentingan rakyat maka kami akan kembali ke sistem pemerintahan raja dahulu dengan kembali kepada sistem Usif, Temukung, Meo dan Anaamnes ” tegas Lette dengan mata berkaca-kaca.

Beberapa OKP menyampaikan aspirasinya juga. Nikodemus Manao dari ITA PKK dan AGRA menyampaikan bahwa kalau pemerintah memberikan ruang bagi kehutanan untuk menguasai MUTIS maka kita akan krisis air bersih dan jangan tunggu alat negara yang menggusur rakyat asli Timor dari tanahnya sendiri.
Air mata kami di Pubabu belum kering.

Cukup kami saja di Pubabu yang merasakan jangan masyarakat Amanuban lainnya, dan masyarakat Mollo ikut merasakan duka yang sama

Aldy Benu dari IKMAS TTS (ikatan mahasiswa asal TTS ) menyangkan kelemahan Pemda dalam menyikapi isu Laob Tumbesi dan taman Nasional Mutis,
Kami meminta ketegasan Pemda” tegas Benu.

Yoksan Mailam dari FMN menegaskan “ini adalah grand desain pemerintah pusat untuk menguasai sumber daya alam masyarakat Timor. Saya bukan orang asli Timor, saya dari Alor tapi saya punya kepedulian.

Presiden Jokowi dalam 10 tahun terakhir hanya menguras kekayaan alam secara besar-besaran dan pemerintah Daerah kabupaten TTS harus jeli melihat permainan oligarki.

Audiens ditutup dengan pernyataan rillis Pers dari penjabat Bupati TTS Edison Sipa bahwa pemerintah Daerah menampung aspirasi dari masyarakat dan besok beliau akan mengirimkan surat kepada kementerian Kehutanan Republik Indonesia tentang dua hal yang ditolak oleh masyarakat TTS ini.

Saya sebagai PJ Bupati Timor Tengah Selatan akan menandatangani surat kepada menteri Kehutanan Republik Indonesia sebagai bentuk penyampaian aspirasi masyarakat kepada negara” tutup Bupati TTS

Kabirio TTT