Aliansi Mahasiswa Pemuda Peduli Rakyat Lembata (AMPERA) KUPANG Aksi Tolak Pembangunan Geothermal Atadei, Kabupaten Lembata, NTT.

NTT || Suarafaktual
Ampera Kupang melakukan aksi Demontrasi dalam rangka penolakan pembangunan Geothermal di Kecamatan Atadei, Kabupaten Lembata, NTT. Aksi tersebut dimulai pada pukul 09.30 WITA Tepatnya di Depan Kantor Gubernur NTT.
Richal, Perwakilan Serikat Muda Mudi Timor (SEMUT) Sekaligus Kordinator Lapangan memimpin barisan dari titik aksi Yakni samping Bank Indonesia menuju Depan Gerbang kantor Gubernur NTT, dalam Orasinya bahwa Geothermal yang akan di bangun di Atadei, Kabupaten Lembata hanyalah proyek yang berorientasi merampas tanah masyarakat baik itu tanah komunal maupun individu.
Ketika masyarakat akan melakukan perlawanan maka akan di perhadapkan dengan pihak kepolisian sebagai instrumen dari kekuasaan yang rakus akan sumber daya alam, Karena setiap kali mahasiswa dan masyarakat menuntut hak pihak kepolisian selalu menjadi yang terdepan untuk membela pemerintah sedangkan aspirasi masyarakat dan mahasiswa cenderung tidak di gubris dan selalu mendapat tindakan represifitas, tegasnya.
Koordinator Umum, Benediktus yoseph pusjoyo kedang AMMPERA Kupang membuka Aksi secara resmi sekaligus menyampaikan sikap politik atas rencana proyek Geothermal Atadei.
Jika kita mengacu pada data PT.PLN Propinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2023, Rasio Elektrifikasi per mei 2023 mencapai 92,86% dan Rasio Desa Berlistrik (RDB) per Juni 2023 dari 3.353 Desa di NTT, 3.134 Desa RDB atau mencapai 93,47%, Ungkapnya.
Putar Daerah Kabupaten Lembata tersebut lebih jelas menerangkan bahwa tingkat kabupaten Khususnya Kabupaten Lembata per Juni 2023 ada 150 RDB atau mencapai 99,34% dan 1 Desa belum berlistrik. dari data tersebut adalah bahwa kebutuhan pokok masyarakat di lembata bukanlah listrik karena hampir semua desa di lembata memiliki listrik. Sehingga patut kita duga bahwa PLTP Atadei hanyalah untuk memenuhi kepentingan bisnis energi global yang dijalankan melalui kaki tangannya di dalan negeri.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Kupang, Ansar Balamaking dalam Orasinya, Proses pengeboran dan operasi geothermal seringkali menghasilkan polutan udara seperi gas sulfur dan uap panas. Paparan polutan ini dapat menggangu kesehatan tanaman dan menggurangi hasil panen. Tanaman menjadi lebih rentan terhadap pemyakit dan hama serta kualitas produk pertanian menurun
Ansar juga menambahkan bahwa Proyek geothermal itu sendiri memerlukan lahan yang sangat luas untuk pembangunan fasilitas pengeboran dan infrastruktur pendukung lainnya. bagi masyarakat adat ,tanah bukan hanya seebagai sumber kehidupan,tetapi juga memiliki nilai spiritual dan budaya.pengambilalihan lahan adat untuk proyek ini dapat menyebabkan merusak hubungan masyrakat dengan tanah leluhur mereka.
Ketua FMN Kupang, Febrianto Bintara dalam Orasinya Bahwa Hari ini kampus dipakai negara untuk menyediakan riset dan analisis akademis untuk memperkuat argumentasi negara dalam menyukseskan proyek milik imperialis termasuk Proyek Geothermal di Atadei.
Bukti nyata di geothermal Atadei, Kampus Institud Teknologi 10 November surabaya dipakai untuk menyusun dokumen UPL-UKL demi memuluskan proyek tersebut. Itu adalah bukti bahwa kampus hari ini hanya digunakan untuk memuluskan kepentingan imperialis melalui riset akademis dan semakin jauh dari orientasi utamanya sebagai bengkel ilmu pengetahuan. Artinya keilmiahan ilmu pengetahuan dalam kampus telah dilacuri dan dipergunakan untuk memenuhi hasrat bejat Borjuasi besar komprador, tutupnya.
Ikatan Mahasiswa Manggarai (IMAM) Kupang, Ignasius Naur juga menyampaikan dalam Orasinya bahwa Iming-iming kesejahteraan, Lapangan kerja selalu menjadi isu seksi untuk menarik perhatian masyarakat agar mendapatkan dukungan penuh dalam pembangunan proyek geothermal sekalipun pada faktanya keberadaan Geothermal di Mataloko dan Ulumbu hanya menyisakan kesengsaraan bagi kelangsungan hidup masyarakat. Di Mata Loko misalnya masyarakat dengan radius 3 Km dari WKP Mata Loko harus mengganti atap rumah (seng) sebanyak 3 kali dalam setahun, beitupun dengan lahan pertanian/perkebunan dengan tingkat produktivitas tanah yang semakin kecil dan tanaman yang semakin kerdil.
Hal demikian juga yang terjadi
di PLTP Ulumbu, tanaman komoditas pertanian masyarakat yang sudah tidak produktif seperti sebelum operasinya PLTP Ulumbu. Misalnya cengkeh, Kopi dan beberapa tanaman komoditas, Tandasnya.
Setelah perwakilan Aliansi melakukan Lobi bahwa Plt. Gubernur NTT tidak dapat menerima massa aksi dikarenakan Gubernur dan jajarannya sedang mengikuti upacara perayaan HUT Bhayangkara di POLDA NTT. Massa aksi kemudian bergegas menuju kantor DPRD NTT.
Nikodemus Mana’o Masyarakat Pubabu juga turut terlibat dalam aksi bersama AMMPERA Kupang. Dalam penyampaiannya di depan gedung DPRD NTT bahwa keterlibatannya mewakili masyarakat Pubabu adalah sebagai bentuk solidaritas antar sesama rakyat dalam mempertahankan hak atas tanahnya.
Pejuang Agraria tersebut tidak menginginkan adanya tindakan yang brutal dan membabi buta seperti yang telah ia alami selama perjuangannya di Pubabu baik itu dalam bentuk penggusuran, tindakan represifitas hingga penangkapan terhadap kaum tani yang berjuang di daerah lain seperti yang pernah ia alami. Sehingga persatuan antar sesama rakyat dan mahasiswa perlu disatukan untuk terus berjuang, tutupnya.
Orasi perwakilan setiap organisasi kemudian di tutup setelah massa aksi di terima oleh Komisi IV DPRD NTT.
(F.A)