Polemik Cabut HGU, Penasehat Hukum PT.TUM Sebut Nama Mantan Bupati Pelalawan

Pelalawan || suarafaktual

Polemik yang terjadi selama sepekan terkait Hak Guna Usaha (HGU) PT. Trisetia Usaha Mandiri (TUM) dengan masyarakat Kuala Kampar kembali memanas pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II DPRD Pelalawan, Senin (8/8/2022) di ruang rapat DPRD Pelalawan.

Dalam RDP Komisi II DPRD Pelalawan mendukung pencabutan Hak Guna Usaha (HGU) PT Trisetia Usaha Mandiri (TUM). Hal itu disampaikan Ketua Komisi II DPRD Pelalawan, Sukardi SH pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama pihak Pemkab Pelalawan dengan pihak PT TUM.

Hal itu juga di perkuat dengan penegasan Ketua DPRD Palalawan, Baharuddin SH,,MH mendukung penuh pencabutan HGU PT.TUM dan akan mengawal Pemerintah Kabupaten Pelalawan agar tidak menerbitkan izin baru PT.TUM.

“Kita mendukung penuh HGU PT.TUM dicabut, sebab dari segi fisik tanah mereka tidak boleh beroperasi, ditambah PT.TUM berada diareal gambut,” ujar Ketua DPRD Pelalawan, Baharuddin SH,, MH.

Sementara itu, Kepala DPMPTSP Kabupaten Pelalawan, Budi Surlani dalam penjelasanya mempertanyakan keseriusan manajemen PT TUM dalam menjalankan usahanya, sejak tahun 2013 silam, nyaris sama sekali tidak ada lagi komunikasi Pemerintah dengan manajemen perusahaan. Sehingga fungsi fungsi pengawasan tidak dapat dilakukan.

“Terus terang saja, Aneh sih bapak ni, saya pernah bilang, kalau bapak punya kantor gak usaha di Penyalai, letakkan kantor disini. Gak akan terjadi seperti ini pak, komunikasi itu tidak ada sama sekali, jadi sasaran itu kami Pemda, menghadirkan pemilik izin tidak bisa, ditanya alamat, yang bertanya itu Polisi pak,” ujar Budi Surlani.

Dikatakan Budi, dalam urusan penerbitan surat izin dan pencabutannya, jarang terjadi yang menerbitkan dan yang mencabut merupakan orang yang sama. Ada relasi yang dibangun untuk kelancaran usaha. Yang terjadi dengan PT TUM adalah sebaliknya.

“Jadi di tahun 2013 sampai tahun 2020 lebih kurang tujuh tahun pak, kita putus komunikasi. Orang yang menerbitkan dengan mencabut itu sama, sebenarnya yang seperti ini jarang terjadi, sangat jarang terjadi. Biasanya ada ikatan antara yang menerbitkan dengan perusahan, pasti ada keakraban pasti ada, tidak mungkin seseorang pejabat itu tidak punya ikatan, tapi saya tidak tau apa yang terjadi, saya waktu itu tidak ikut,” sambungnya.

Lanjut Budi, ditahun 2019 dirinya di perintahkan untuk mengevaluasi PT TUM, kendala yang dihadapi pihaknya tidak dapat menemukan kantor perusahaan, sehingga surat yang hendak diantar tidak sampai ke alamat perusahaan. Bahkan pihak BPN sendiri mengaku kesusahan melakukan validasi tersebab tidak menemukan lokasi berkantor nya PT. TUM

“Terakhir setelah kita rapat di Kanwil BPN, saya ditanya ada tidak PT.TUM berkirim surat perubahan alamatnya dimana sekarang. Karena setau saya, di dalam rapat itu katanya Kakanwil dikirim surat perubahan alamat, untuk Pemda katanya belum ada.”imbuhnya

Disisi lain pihak PT.TUM diwakili kuasa hukumnya, Damrie mengaku bingung dengan masalah ini, bahwa izin PT.TUM diterbitkan HGUnya di tahun 2018, sedangkan di 2020 sudah diusulkan IUP-B sudah dicabut. Sementara diberita acara pihak PT.TUM disuruh bekerja.

“Ini bagaimana sistem kerjanya, kami mendapatkan HGU ini bukan modal air liur, ini hancur-hancuran saat ini. Ini kok kayak kita main-main ini, ditambah lagi bahwa ini bukan kawasan perkebunan, ini lucu ini pak,” ucap Damrie.

Ia menjelaskan, bahwa pihaknya mau bekerja, kenapa,? bawah 2018 masuk 2019 dan 2020 itu masuk masa pandemi bahwa perusahan pada waktu itu dibatasi, ada pembatasan aktifitas di luar rumah oleh pemerintah. Kondisi tersebut membuat perusahaan mengurungkan niatnya untuk segera menjalankan pekerjaan di lapangan

“Kami dapatkan HGUnya 2018, habis itu setalah kami dapatkan, baru dicabut tahun 2020. Jadi kami hanya diberikan kesempatan dua tahun, jadi aktifitas hanya satu tahun, logis gak pak,” terang dengan tegas pada RDP.

Lanjut Damrie, ketika pihak perusahaan masuk ke lokasi, ada hal hal di luar teknis yang harus di selesaikan lebih dulu. Ada aturan yang harus diikuti sebelum pekerjaan di mulai. Ad negosiasi yang dilakukan, sehingga keputusan mencabut izin HGU perusahaan di anggap tidak logis.

“Ini jadi masalah, ini gak logis. Mohon maaf pihak kami masuk kesana untuk menegosiasi bukan langsung bekerja, adanya aturan-aturan yang harus diikuti.”tegasnya

Ditambahakan Penesehat Hukum PT.TUM, DR. Hj Nurliah SH, MH menerangkan bahwa tahun 2018 HGUnya terbit, namun proses mulai dari tahun 1995 untuk mendapat HGU PT. TUM, selama 23 tahun PT.TUM menunggunya.

“Kita sama tau pak, kita terbit 2018 sampai ditingkat HGU, kita orang hukum semua pak, kita tidak mau bekerja tanpa landasan hukum. Kita tau sendiri di Teso Nilo orang bangun tak terukur, tapi kita tidak mengukur itu pak. Maaf untuk tata ruang perkebunan, saya ini mantan Komisi 4 DPRI, dan ini saya tau wilayahnya perkebunan,” jelasnyan.

“Pak Harris juga tau saya, kalau soal bilang perusahan tidak ada, pak Harris pun tau dengan saya. Tapi pas mau pemilu tahun 2020 nafsu mencabut IUP-B. HGU kita hanya ini yang kita punya, ini saja sudah sakit nafas kita dari tahun 1995 kita urus pak,” sebutnya.

Terkait keberadaan kantor perusahaan, Nurliah menjelaskan sebelumnya beralamat di Jakarta. Namun dikarenakan wabah pandemi yang melnlanda dunia dan tidak terkecuali Indonesia, setelah Covid pindah ke Pekanbaru.

Pantauan media ini, hadir dalam RDP Ketua DPRD Pelalawan, Baharuddin SH, MH, Wakil Ketua Komisi II DPRD Pelalawan, H Abdullah S.Pd, Anggota DPRD Pelalawan, Rudianto Sihombing. Sedangkan pihak Dirut PT TUM, Andy Nofendri, Penanggung Jawab PT TUM Azuar Affandi, Penasehat Hukum DR. Hj Nurliah SH, MH, Kasat POL PP T Junaidi, Damrie Advokat, Kepala DPMPTSP Budi Surlani, Meilisa F Kasi PPS BPN Pelalawan.(Tim)