Tindak Lanjuti Hasil Audience Dengan Instansi Pemerintah Masyarakat Adat dan Budaya Amanuba Lakukan Pertemuan
TTS||Suarafaktual.com
Pada hari Sabtu, 14 Oktober 2023 Perwakilan Masyarakat Adat se-Amanuban melakukan pertemuan (Musyawarah Adat) di Niki-Niki guna menindaklanjuti hasil Audiance masyarakat dengan beberapa instansi pemerintah diantaranya: Balai Pemantapan Kawasan Hutan ( BPKH ) Wilayah XIV Kupang, Bupati TTS, DPRD TTS dan Ombudsman NTT.
Pertemuan masyarakat tersebut selenggarakan untuk menyampaikan aspirasinya terkait pencaplokan hutan, kebun, belukar dan rumah-rumah rakyat oleh pihak Kehutanan melalui SK Menteri LHK Nomor: 357 Tahun 2016.
IT salah satu tokoh masyarakat Amaniuban mengatakan, “Dalam setiap pertemuan dengan beberapa instansi tersebut seringkali masyarakat diberitahukan bahwa Perjuangan masyarakat dalam menuntut agar dicabutnya SK Menteri LHK sangat rumit,” ujarnya
Hal itu menunjukkan bagaimana Ego dan karakusan negara dalam memonopoli sumber kehidupan rakyat Amanuban, padahal jika kita melihat kembali dasar penerbitan SK Menteri tidak pernah ada pemberitahuan kepada masyarakat. Tiba-saja masyarakat dikejutkan dengan kemunculan SK bak siluman,” ucap IT
Lanjutnya, Perlu kita ketahui bahwa masyarakat Amanuban memiliki adat istiadat, memiliki norma adat juga struktur Adat. Namun dengan kehadiran SK LHK seolah-olah Hak dan identitas masyarakat adat Amanuban sama sekali tidak di hiraukan dan tidak dihargai. Terbukti ketika SK penetapan Kawasan Hutan Laob-Tunbesi tanpa adanya kesepakatan dengan seluruh masyarakat yang terhimpun dalam Adat Amanuban.
Negara selalu mengedepankan kekuatannya dalam peraturan perundang-undangan, katika masyarakat menuntut pencabutan SK selalu diarahkan pada pengadilan. Hal ini membuat masyarakat tidak percaya dengan sistem hukum di Indonesia. Setiap pengklaiman tanah masyarakat oleh instansi negara selalu diarahkan ke pengadilan ketika rakyat melakukan protes dan perlawanan.
Skema tersebut tidak hanya terjadi di Amanuban tapi masyarakat Pubabu-Besipae dan masyarakat Pocoleok yang juga hari ini menuntut dicabutnya SK Menteri ESDM yang menetapkan Flores sebagai pulau Geothermal pun mendapatkan hal yang sama. Lagi-lagi diarahkan pada ranah pengadilan.
Bagaimana mungkin masyarakat ingin menggugat SK yang cacat prosedural ??? Penetapan Kawasan Hutan Laob-Tunbesi yang tidak sesuai prosedural saja tetap diakui oleh Negara. Artinya bahwa apapun kekeliruan, kesalahan atau dengan sengaja merampas tanah rakyat tetap sah bagi Negara. Karena ketika masyarakat tidak puas maka sekali lagi PENGADILAN solusi yang ditawarkan oleh Pemerintah.
Watak merampas dan watak rakus Negara terhadap tanah masyarakat sudah menjadi hal biasa untuk kepentingan korporasi, borjuasi maupun Negara itu sendiri demi profit yang berkelimpahan,” pungkasnya.
Maka kami masyarakat Amanuban akan terus melakukan penolakan terhadap SK Menteri LHK yang tidak menghormati Budaya kami dan sudah mencoreng Adat yang dijaga secara turun temurun. Dengan demikian kami juga menuntut:
1. Cabut SK Menteri LHK No : SK.357/Menlhk/Setjen/PLA.0/5/2016
2. Cabut SK Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan Wilayah XIV Kupang
3. Hentikan intimidasi oleh instrumen Negara kepada Masyarakat Adat Amanuban yang ingin menuntut hak Demokratisnya,” katanya mengakhiri.
Kabiro TTS